Sunnatullah (hukum cipta Allah) berlaku bahwa setiap fenomena itu terjadi melalui sebab-sebab tertentu. Al-Qur'an menjelaskan, "Engkau tidak akan mendapatkan bagi sunah Allah itu pergantian dan juga engkau tidak akan mendapatkan bagi sunah Allah itu perubahan." (QS. Al-Isra’: 77)[1]
Namun, kejadian luar biasa itu merupakan perubahan dan pergantian pada sunnahtullah dinafikan oleh ayat-ayat tersebut.
Jawab: keraguan ini sama dengan keraguan pertama dengan sedikit perbedaan, bahwa keraguan pertama berdasarkan argumentasi akal, sedangkan keraguan kedua bersandar pada ayat-ayat Al-Qur'an.
Jelas bahwa membatasi sebab-sebab berbagai kejadian hanya pada sebab-sebab wajar sebagai bagian dari sunnatullah yang tidak mungkin berubah adalah pandangan yang tidak berdasar. Sama halnya dengan pengakuan seseorang yang membatasi sebab panas hanya pada api sebagai bagian dari sunnatullah yang tidak mungkin berubah. Terhadap pandangan semacam ini perlu ditegaskan bahwa beragamnya sebab bagi berbagai akibat, dan adanya sebab-sebab luar biasa yang menempati sebab-sebab yang wajar merupakan kejadian yang selalu terjadi di alam ini, dan dianggap sebagai salah satu sunnatullah.Sedangkan membatasi sebab-sebab hanya pada sebab-sebab biasa dan wajar merupakan perubahan atas sunnatullah itu sendiri, yang dinafikan oleh ayat-ayat tersebut.
Alhasil, menafsirkan ayat-ayat yang menafikan perubahan dan pergantian dalam sunnatullah sebegitu rupa sehingga tidak ada sesuatu lain yang menempati posisi dan peran sebab-sebab biasa dan bahwa hal itu dianggap sebagai sunnatullah yang tidak berubah, adalah penafsiran yang keliru. Karena, banyak sekali ayat-ayat yang menunjukkan terjadinya mukjizat dan peristiwa-peristiwa luar biasa sebagai dalil yang kuat atas kesalahan penafsiran tersebut.
Dengan demikian, kita perlu mencari penafsiran yang benar dalam kitab-kitab tafsir. Pada kesempatan ini kami akan menyinggungnya secara ringkas. Bahwa ayat-ayat Al-Qur'an tersebut dimaksudkan untuk menafikan penceraian akibat dari sebabnya, tidak menafikan berbilang dan beragamnya sebab, tidak pula menafikan sebab yang tak wajar yang menempati sebab yang wajar. Bahkan dapat dikatakan bahwa kadar minimal yang bisa ditarik dari ayat-ayat tersebut ialah adanya pengaruh dari sebab-sebab yang tak wajar.
Namun, kejadian luar biasa itu merupakan perubahan dan pergantian pada sunnahtullah dinafikan oleh ayat-ayat tersebut.
Jawab: keraguan ini sama dengan keraguan pertama dengan sedikit perbedaan, bahwa keraguan pertama berdasarkan argumentasi akal, sedangkan keraguan kedua bersandar pada ayat-ayat Al-Qur'an.
Jelas bahwa membatasi sebab-sebab berbagai kejadian hanya pada sebab-sebab wajar sebagai bagian dari sunnatullah yang tidak mungkin berubah adalah pandangan yang tidak berdasar. Sama halnya dengan pengakuan seseorang yang membatasi sebab panas hanya pada api sebagai bagian dari sunnatullah yang tidak mungkin berubah. Terhadap pandangan semacam ini perlu ditegaskan bahwa beragamnya sebab bagi berbagai akibat, dan adanya sebab-sebab luar biasa yang menempati sebab-sebab yang wajar merupakan kejadian yang selalu terjadi di alam ini, dan dianggap sebagai salah satu sunnatullah.Sedangkan membatasi sebab-sebab hanya pada sebab-sebab biasa dan wajar merupakan perubahan atas sunnatullah itu sendiri, yang dinafikan oleh ayat-ayat tersebut.
Alhasil, menafsirkan ayat-ayat yang menafikan perubahan dan pergantian dalam sunnatullah sebegitu rupa sehingga tidak ada sesuatu lain yang menempati posisi dan peran sebab-sebab biasa dan bahwa hal itu dianggap sebagai sunnatullah yang tidak berubah, adalah penafsiran yang keliru. Karena, banyak sekali ayat-ayat yang menunjukkan terjadinya mukjizat dan peristiwa-peristiwa luar biasa sebagai dalil yang kuat atas kesalahan penafsiran tersebut.
Dengan demikian, kita perlu mencari penafsiran yang benar dalam kitab-kitab tafsir. Pada kesempatan ini kami akan menyinggungnya secara ringkas. Bahwa ayat-ayat Al-Qur'an tersebut dimaksudkan untuk menafikan penceraian akibat dari sebabnya, tidak menafikan berbilang dan beragamnya sebab, tidak pula menafikan sebab yang tak wajar yang menempati sebab yang wajar. Bahkan dapat dikatakan bahwa kadar minimal yang bisa ditarik dari ayat-ayat tersebut ialah adanya pengaruh dari sebab-sebab yang tak wajar.