Setelah menguji kesabaran Nabi Ibrahim dalam menjalani kehidupannya ,seperti hilangnya harta dan istri ( dan beliau berhasil melewati semuanya), Allah swt mengangkatnya sebagai imam dan pemimpin umat manusia. Titah Ilahi yang direkam dalam al-Qur’an berkenaan dengannya adalah:
“ Dan ingatlah, ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.Allah berfirman, Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. “ (al-Baqarah: 124)
Kalimat “”Aku mengangkatmu”, menunjukkan bahwa pengangkatan seorang imam berada di tangan Allah Swt. Ini sekaligus mengisyaratkan bahwa seorang imam harus mengetahui seluruh ketetapan dan perintah Allah yang harus ditegakkan di muka bumi ini.
Seorang imam harus mengetahui hasil akhir dari sistem yang dijalankannya. Dia tidak boleh mencari kepentingannya sendiri serta dipengaruhi factor-faktor eksternal (lingkungan, masyarakat, dan sebagainya) dan internal (hawa nafsu) dirinya.
Dia juga harus memiliki nilai-nilai keitamaan manusiawi dan kesalehan yang paling luhur. Jelas, semua itu takkan dijumpai pada orang-orang kebanyakan
Orang-orang lemah,bodoh, dan tersesat harus mencari bimbingan seorang imam. Namun apa yang akan terjadi jika imam itu sendiri adalah orang bodoh,tersesat, dan tidak memiliki keyakinan, angkuh, penakut, atau kikir?
Untuk alasan inilah kepatuhan orang-orang terhadap imam yang dapat berbuat keliru menjadi sebentuk kekejian dan penghinaan terhadap kemanusiaan. Begitu pula dengan mempercayakan keimamahan pada orang-orang bodoh yang tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi, serta tidak memiliki kecerdasan dan pandangan yang jauh.
Ringkasnya, setelah mengalami pengalaman pahit semacam itu, bagaimana mungkin kita menyerahkan persoalan penunjuk-kan seorang imam ke tangan masyarakat? Ini adalah salah satu dalil tentang keyakinan kita yang berkenaan dengan masalah keimamahan : bahwa sebagaimana nabi, seorang imam juga ditunjuk oleh Allah Swt.
“ Dan ingatlah, ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.Allah berfirman, Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. “ (al-Baqarah: 124)
Kalimat “”Aku mengangkatmu”, menunjukkan bahwa pengangkatan seorang imam berada di tangan Allah Swt. Ini sekaligus mengisyaratkan bahwa seorang imam harus mengetahui seluruh ketetapan dan perintah Allah yang harus ditegakkan di muka bumi ini.
Seorang imam harus mengetahui hasil akhir dari sistem yang dijalankannya. Dia tidak boleh mencari kepentingannya sendiri serta dipengaruhi factor-faktor eksternal (lingkungan, masyarakat, dan sebagainya) dan internal (hawa nafsu) dirinya.
Dia juga harus memiliki nilai-nilai keitamaan manusiawi dan kesalehan yang paling luhur. Jelas, semua itu takkan dijumpai pada orang-orang kebanyakan
Orang-orang lemah,bodoh, dan tersesat harus mencari bimbingan seorang imam. Namun apa yang akan terjadi jika imam itu sendiri adalah orang bodoh,tersesat, dan tidak memiliki keyakinan, angkuh, penakut, atau kikir?
Untuk alasan inilah kepatuhan orang-orang terhadap imam yang dapat berbuat keliru menjadi sebentuk kekejian dan penghinaan terhadap kemanusiaan. Begitu pula dengan mempercayakan keimamahan pada orang-orang bodoh yang tidak mengetahui apa-apa yang akan terjadi, serta tidak memiliki kecerdasan dan pandangan yang jauh.
Ringkasnya, setelah mengalami pengalaman pahit semacam itu, bagaimana mungkin kita menyerahkan persoalan penunjuk-kan seorang imam ke tangan masyarakat? Ini adalah salah satu dalil tentang keyakinan kita yang berkenaan dengan masalah keimamahan : bahwa sebagaimana nabi, seorang imam juga ditunjuk oleh Allah Swt.